Anggota Komisi III DPRK Aceh Utara dari Partai Demokrat menilai keputusan Bupati Ismail A. Jalil (Ayahwa) melakukan pengukuran ulang HGU PTPN IV sebagai langkah konkret berpihak pada petani.

ACEH UTARA | GMSNews.com—Di tengah membaranya isu konflik agraria antara petani dan PTPN IV Regional Enam di wilayah Cot Girek, Langkahan, dan Pirak Timu, suara dukungan datang dari parlemen daerah. Hendra Yuliansyah, Anggota Komisi III DPRK Aceh Utara dari Partai Demokrat, memuji kepemimpinan Bupati Ismail A. Jalil (Ayahwa) yang dinilai mampu meredam ketegangan melalui pendekatan yang bijak dan solutif.

Menurut Hendra, kehadiran langsung Bupati Ayahwa ke lokasi aksi demonstrasi petani menjadi bukti nyata bahwa pemerintah daerah tidak berpangku tangan. Ia menilai langkah cepat bupati dalam menindaklanjuti tuntutan petani lewat pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IV adalah wujud keberpihakan pada masyarakat kecil.

“Kami sangat mengapresiasi langkah Bupati Ayahwa. Instruksi beliau untuk mengukur ulang lahan HGU PTPN IV adalah keputusan tepat dan berani. Dengan begitu, akan jelas batas antara lahan perusahaan dan milik rakyat,” ujar Hendra Yuliansyah, Selasa (14/10/2025).

Hendra menegaskan bahwa langkah tersebut harus didukung penuh oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRK yang kini sedang bekerja menangani persoalan lahan di Aceh Utara. Ia berharap, dalam waktu dua bulan ke depan, seluruh proses dapat diselesaikan secara komprehensif dan berkeadilan.

“Kami di DPRK siap mendukung penuh kebijakan ini agar tuntas. Harapannya, lahan masyarakat yang selama ini masuk kawasan HGU dapat dikembalikan. Masyarakat harus mendapat hak atas tanah yang mereka garap bertahun-tahun,”tegas politisi muda Partai Demokrat itu.

Beberapa waktu lalu, situasi di Cot Girek sempat memanas. Puluhan petani turun ke jalan menuntut kejelasan hak atas lahan. Namun situasi berubah saat Ayahwa datang langsung menemui massa. Tanpa pengawalan berlebihan, ia berdialog langsung dan menyampaikan pesan yang menyejukkan.

“Saya pastikan, saya berada di pihak petani. Saya dukung petani,”kata Ayahwa di hadapan para demonstran.

Bagi Hendra, dengan gaya kepemimpinan sikap terbuka dan komunikatif itu menjadi modal penting dalam meredakan konflik sosial. Ia menyebutnya sebagai wujud “kepemimpinan tangan dingin” — istilah yang kini identik dengan gaya Ayahwa dalam menangani persoalan publik.

“Tidak banyak kepala daerah yang mau turun langsung seperti itu. Ayahwa menunjukkan bahwa pemerintah hadir untuk rakyat, bukan hanya berbicara di ruang rapat,” tutur Hendra.

Konflik antara PTPN IV dan petani di Aceh Utara telah berlangsung lama. Persoalan batas lahan dan hak guna usaha seringkali menjadi pemicu ketegangan. Namun kini, langkah konkret pemerintah daerah membuka peluang baru untuk penyelesaian yang damai dan transparan.

Hendra optimis, jika pengukuran ulang berjalan sesuai rencana, masyarakat akan segera kembali menggarap lahan tanpa rasa khawatir. “Kita ingin konflik ini benar-benar tuntas. Jangan ada lagi petani yang merasa asing di tanah sendiri,” ujarnya.

Hendra optimis, jika pengukuran ulang berjalan sesuai rencana, masyarakat akan segera kembali menggarap lahan tanpa rasa khawatir. “Kita ingin konflik ini benar-benar tuntas. Jangan ada lagi petani yang merasa asing di tanah sendiri,” ujarnya.

Dengan dukungan legislatif dan keberanian eksekutif, Aceh Utara berpotensi menjadi contoh daerah yang berhasil menyelesaikan konflik agraria melalui jalan dialog dan kebijakan berpihak rakyat.

Dan bagi para petani Cot Girek, Langkahan, dan Pirak Timu, kisah ini bukan sekadar berita, melainkan harapan baru bahwa keadilan agraria memang masih mungkin diperjuangkan. (Red)

Bagikan:

By Editor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *